
Barak 1 News.com|Aceh Singkil
Terkait pembantaian Penyu sebagai satwa yang dilindungi Negara,bebetapa utusan masyarakat Pulau Banyak,Kamis (23/2) siang mendatangi Kapolres Aceh Singkil.
Kedatangan utusan masyarakat dari Pulau Banyak ini, dikhabarkan hendak mempertanyakan sejauh mana tindak lanjut laporan mereka terkait pembunuh satwa Penyu sepekan terakhir ke Polres Aceh Singkil.
Sebelum nya diberitakan bahwa potongan daging penyu yang telah dicincang-cincang hendak diperjual belikan ke Pulau Nias sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat dan pegiat media sosial Aceh Singkil.
Seharusnya,satwa itu dilindungi guna dilestarikan untuk menghindari kelangkaan populasi, tapi malah dibunuh dan disebar foto dagingnya yang sudah dicincang dalam sterofoam box.
Atas peristiwa itu masyarakat Pulau Banyak telah membuat laporan polisi nomor SKTBL/26/II/2023/SPKT/Polres Aceh Singkil/Polda Aceh kata Mefrian Firmana salah seorang warga Pulau Balai selaku pelapor.
Kapolres Aceh Singkil, AKBP. Iin Maryudi dalam pertemuan dengan utusan masyarakat Pulau Banyak di ruang kerja nya mengatakan bahwa pada prinsipnya kita terbuka dan transparan dalam permasalahan ini, “semua bisa mengawasi pelaksanaan tugas kepolisian di lapangan” Kata nya.
Untuk kasus ini, kata Kapolres, saya harus berangkat dari pelaku utama nya, dari masyarakat itu yang mengeksplorasi hewan tadi, kalau masalah aparatur yang menyelesaikan masalah tersebut, saya kira saya belum bisa masuk ke tahap itu.
“Saya belum bisa banyak bicara takut nanti berbeda cara pandang nya karena ini ada beberapa instansi disini yang ikut menyaksikan atau menyelesaikan permasalahan itu dengan cara sudut pandang yang berbeda, saya belum tau ini sudut pandang yang bagaimana”.
Apakah dia memahami tidak undang-undang ekosistem biota laut ini tegas orang nomor satu di jajaran Polres Aceh Singkil ini tegas.
Ditambahkan, jajaran nya saat ini fokus melakukan penyelidikan, “Penyelidikan sedang kita dalami sampai tuntas, sampai dimana nanti, cepat atau lambatnya hingga gelar perkara dengan Kejaksaan, Polisi tidak akan mengulur” terang nya.
Ramli Boga dan Amran Sidik selaku Anggota DPRK Aceh Singkil yang turut serta memberi dukungan nyata bersama masyarakat utusan Pulau Banyak mengharapkan bentuk kepastian dan meminta kepastian hukum atas permasalahan ini.
“Kami juga tidak meminta Pak Kapolres cepat menindak, tidak. mungkin Kapolres dan jajaran nya lebih bijak, strategi apa, bagaimana ini nanti masuk ke ranah hukum, kami harap secara bijak ditangani agar tidak menjadi kebiasaan” Ujar Ramli.
Lanjut nya, Kami dengar kemarin ini didamaikan secara adat dan denda Rp. 25 juta, sementara satu penyu dijual Rp. 1 juta, ini membuat orang jengkel dan melakukan nya kembali,”kita beri lah efek jera demi terjaga biota laut kita “harap nya.
Diketahui para terlapor dalam kasus pembantaian penyu ini berjumlah tiga orang yakni,inisial SP, 24 tahun, warga Pulau Balai, kemudian NZ, 33 tahun, warga Ujung Sialit dan PG, 27 tahun warga ujung Sialit, sesuai SKTBL Kepolisian.
“Pelaku harus diproses hukum, karena sebelumnya, ada masyarakat yang hanya makan telur penyu ditangkap dan di penjara.ini lebih sadis lagi dengan menangkap dan membunuh,kenapa bisa damai secara adat padahal itu ranah nya hukum bukan adat”.
Ada pun kronologis kejadian,sebelumnya tim patroli gabungan melakukan razia di wilayah perairan Kepulauan Banyak.
Lalu, Tim Smart Patrol melihat dan mendatangi kapal kayu nelayan dari luar wilayah yang hendak berlayar ke Pulau Nias- Sumut.
Saat didekati kapal tersebut berusaha melarikan diri, namun tim patroli berhasil menghadang kapal kayu tersebut dan berhasil memeriksa barang bawaan di kapal tersebut.
“Hasilnya, tim menemukan potongan daging penyu di dalam kardus sterofoam dan langsung mengamankan pemiliknya untuk di bawa ke Pulau Balai”.
Sementara masyarakat Pulau Banyak memprotes sanksi adat yang diberikan terhadap pelaku, yang hanya mendapat sanksi hukum adat yakni dengan membayar denda adat, uang senilai 2 ekor kerbau atau dikonversi ke uang sejumlah Rp. 25 juta.
Informasi yang dihimpun sesuai Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Pada pasal 40 ayat 2, barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 2, bisa dijerat dengan pidana 5 tahun penjara dan denda 100 juta.
Isi Pasal 21 ayat 2, yakni setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. (Zaelani Bako).